ASSESSMENT
CENTER CALON MANAJER PUBLIK SEBUAH DILEMA TUNTUTAN KOMPETENSI DAN KEPERCAYAAN
Oleh
: Endri Sanopaka, MPM
Ketua
STISIPOL Raja Haji
Semangat
reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah salah satunya adalah
dengan memulai proses pengisian jabatan birokrasi sesuai dengan amanat dari
Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Salah satu mekanisme
untuk mengisi jabatan publik didalam birokrasi pemerintah daerah adalah dengan Assessment
Center. Assessment center untuk pertama kali digunakan oleh militer
jerman pada perang dunia ke II. Dan perusahaan American Telephone and Telegraph
Company (AT&T) memperkenalkan assessment center kepada dunia bisnis sekitar
tahun 1950an, dan telah mengevaluasi lebih dari 200.000 pekerja yang berpotensi
(ivancevich : 2007). Selain itu di Indonesia salah satu BUMN yang berpengalaman
melakukan assessment center adalah PT. TELKOM yang memulainya pada tahun 1990 digagas
oleh Fadjar Bastaman. Unit Bisnis Assessment Center Telkom membantu karyawannya
merencanakan karir serta memperoleh kepastian karir di masa depan.
Metode
yang digunakan dalam proses assessment adalah wawancara, test objective, tes
proyeksi, games, bermain peran, dan lainnya. Biasanya assessment akan mengambil
waktu 2 hari setengah dengan rincian pada hari pertama orientasi peserta, bermain
simulasi manajemen didalam kelompok, dimana tim penilai (asesor) akan mengamati
kemampuan merencanakan, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan
berinteraksi, dan kemampuan berkomunikasi. Lalu tes psikologi untu mengukur
kemampuan verbal dan numerik. Dilanjutkan wawancara oleh asesor dimana peserta
mendiskusikan tujuan, motivasi dan rencana karir. Kemudian diskusi kelompok
kecil atas sebuah kasus yang mana asesor mengamati kepercayaan diri,
persuasive, dan fleksibilitas dalam membuat keputusan.
Hari
kedua materinya adalah latihan membuat keputusan secara individu, dimana
peserta akan diminta untuk membuat sebuah keputusan atas beberapa permasalahan yang harus diselesaikan. Asesor
akan melihat keterampilan menemukan fakta, memahami prosedur penyelesaian
masalah, dan keberanian mengambil resiko. Materi berikutnya disebut dengan
latihan didalam keranjang, yaitu asesor akan mengamati kemampuan peserta dalam
mengambil keputusan didalam tekanan, kemampuan mengorganisasi, mengingat dan
kemampuan untuk mendelegasikan. Materi selanjutnya adalah bermain peran
permainan peran menilai prestasi wawancara yang mengamati empati, kemampuan
untuk bereaksi, keterampilan konseling, dan bagaimana informasi dipergunakan.
Materi terakhir di hari kedua adalah penyelesaian masalah kelompok yang menilai
kemampuan kepemimpinan dan kemampuan bekerja didalam kelompok. Pada hari
terakhir materinya adalah presentasi analisis kasus secara individual yang
menilai kemampuan menyelesaikan masalah, persiapan metode, kemampuan menjawab
pertanyaan, dan keterampilan berkomunikasi. Dan materi terakhir adalah evaluasi
oleh para peserta.
Jika
melihat secara keseluruhan dari rangkaian materi assessment yang ingin dilihat
adalah kemampuan dari seorang calon pejabat publik (manajer publik) didalam
mengambil keputusan dan penyelesaian suatu permasalahan, baik secara individual
maupun secara kelompok. Seseorang yang memiliki kemampuan tersebut dianggap
mampu untuk menduduki jabatan sebagai seorang manajer publik.
Manajer Publik vs
Manajer Private
Pengisian
jabatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah pada dasarnya bukanlah merupakan
sebuah kontes pemilihan calon pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Melainkan kontestasi untuk mencari manajer-manajer publik yang bertugas untuk
mengurus masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik. Konsep
manajemen yang dalam keseharian kita maknai adalah mengatur, telah bergeser
menjadi “mengurus”. Maka dari itu orang yang melakukan pengurusan disebut manajer. Dalam ruang lingkup manajemen publik
maka manajer publik adalah pengurus kepentingan publik bukan kepentingan
penguasa.
Manajer
publik pucuk pimpinan tertinggi adalah pejabat politik seperti gubernur dan
bupati/walikota. Ukuran produktivitas kerja manajer publik tidak menjadi
penting dibandingkan dengan loyalitas dan kepatuhan terhadap penguasa
birokrasi, maka kompetensi menjadi dikesampingkan. Berbeda dengan Manajer
Private yang dituntut untuk memiliki kinerja yang maksimal didasarkan pada
kapasitas produksi yang dihasilkan, sehingga kompetensi mengesampingkan faktor
kepentingan politik.
Jabatan Adalah
Kepercayaan
Proses
assessment yang dilakukan oleh tim asesor dapat dipastikan berbiaya mahal, oleh
karena itu jika ternyata mereka yang memperoleh jabatan publik tadi tidak dapat
melaksanakan tugas melayani masyarakat dengan baik, maka sia-sialah alokasi
anggaran yang telah dikeluarkan untuk menyeleksi para manajer publik tersebut.
Semangat perubahan didalam birokrasi publik, khususnya didalam seleksi
calon-calon manajer publik sebagaimana yang diamanahkan didalam Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara. Hal ini dilakukan juga karena pada masa lalu pemilihan
para manajer publik lebih kepada hubungan kedekatan dengan pihak penguasa
birokrasi. Hanya saja secara filosofis bahwa jabatan itu adalah kepercayaan,
maka menjadi persoalan mendasar adalah apakah mereka yang telah diseleksi
melalui mekanisme assessment center dan dianggap memiliki kemampuan dan
kompetensi sebagai manajer public dapat dipercaya untuk bekerjasama membantu
tugas-tugas kepala instansi.
Hasil
assessment menentukan bahwa setiap posisi jabatan harus menghasilkan short list nama untuk kemudian
diserahkan kepada user dalam hal ini adalah penguasa birokrasi untuk dipilih
menduduki posisi jabatan manajer publik. Jika pilihannya hanya didasarkan pada
skor penilaian secara kuantitatif, maka belum tentu orang dengan skor tertinggi
adalah orang yang dapat dipercaya. Jabatan adalah amanah dan kepercayaan, bukannya
hak. Sehingga mereka yang dipilih oleh penguasa birokrasi sedianya adalah orang
yang dipercaya, atau orang kepercayaan yang dianggap dapat bekerjasama dalam
membantu tugas-tugas penguasa birokrasi. Penguasa birokrasi juga membutuhkan
tim kerja yang dapat membuatnya nyaman, dan tentu sang penguasa harus mengenal
orangnya lebih dahulu.
Orang
yang dipercayai tidak dituntut memiliki kompetensi dalam jabatan yang didudukinya.
Seorang manajer publik yang dipercaya oleh penguasa birokrasi diharapkan lebih
memahami ritme kerja dan hal-hal lain yang dianggap krusial dan para manajer
publik dianggap dapat menyelesaian persoalan yang ditinggalkan. Begitu pula
sebaliknya, seseorang yang berkompeten belum tentu dapat dipercaya dan dapat
membantu serta memahami ritme kerja penguasa birokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar