Sabtu, 22 April 2017


KEBHINNEKAAN : ASET DAN PEMERSATU BANGSA INDONESIA

Oleh :

ENDRI SANOPAKA, S.Sos., MPM

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji
Satu waktu Bung Karno dan Bung Hatta mendiskusikan tentang bentuk negara yang akan di Proklamirkan saat Indonesia Merdeka (dalam film Soekarno, Indonesia Merdeka : 2013). Bung Hatta berargumen bahwa Indonesia dengan keberagamannya sangat cocok jika bentuk negaranya adalah Federalistik. Sedangkan Bung Karno terinspirasi dengan sumpah Palapa Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit yang bertekad untuk mempersatukan nusantara sehingga beliau mengusulkan bentuk Negara Kesatuan. Bung Hatta bertanya bagaimana cara untuk mempersatukan nusantara yang berbeda-beda tersebut, jawab Bung Karno adalah dengan perasaan senasib sepenanggungan. Bahwa bangsa Indonesia yang beragam tadi memiliki kesamaan nasib telah dijajah oleh bangsa asing. Diskusi tersebut dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa keberagaman dapat dipersatukan dengan spirit perasaan senasib sepenanggungan. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini telah hampir mencapai usia 72 tahun kemerdekaan lepas dari belenggu penjajahan.
Bangsa Indonesia sadar benar bahwa kita ini beragam sejak secara resmi oleh para pendiri negara memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut merupakan anugerah yang tidak terhingga yang diberikan tuhan kepada Bangsa Indonesia. Jika kita melihat negara tetangga kita Malaysia dan Singapura yang hanya membedakan suku bangsa menjadi tiga golongan, yaitu Melayu (apapun sukunya asalkan islam), India, dan Cina masih saja dihadapkan pada potensi konflik yang cukup tinggi. Tapi kita Indonesia dengan bermacam Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) dapat hidup berdampingan mulai dari awal pendirian negara sampai dengan saat ini, walaupun pada saat ini kita sedang dihadapkan pada potensi konflik yang cukup beresiko sebagai bagian ujian atas eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kita harus melihat bahwa kondisi stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan beragamnya perbedaan yang terdapat di masyarakat menyebabkan Negara dan Bangsa lain menjadi cemburu. Tidak sedikit tentunya mereka diluar Indonesia yang barangkali menginginkan Indonesia ini bubar. Berbagai macam serangan mereka lancarkan meskipun bukan dengan ancaman senjata dan perang, tapi dengan cara-cara halus melalui potensi konflik keberagaman. Aset terbesar bangsa Indonesia adalah Persatuan dan Kesatuan yang telah dipupuk oleh sebuah semangat mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini agar tetap tegak berdiri di muka bumi. Pengalaman pahit dijajah dan di adu domba oleh bangsa penjajah telah menjadikan sebuah proses pendewasaan bangsa Indonesia menjadi sadar benar bahwa isu-isu yang mempersoalkan perbedaan itu adalah sebuah upaya memecah belah bangsa yang besar ini.
Kita semua patut bersyukur bahwa bangsa Indonesia sadar, bahwa mendirikan negara ini sejak awal sudah memang berpondasi kebhinnekaan. Kebhinnekaan diperkuat dengan semangat senasib sepenanggungan yang kemudian memiliki tujuan bersama dalam membentuk negara ini, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Konstitusi Negara. Segala perbedaan ditinggalkan, dan dianggap bahwa kebhinnekaan itu adalah sebuah berkah dari Yang Maha Kuasa atau dengan kata lain adalah merupakan Aset bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebhinnekaan di Indonesia melahirkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai etika dan perilaku bangsa secara nasional. Kesemuanya bersumber dari budaya yang hidup dari masing-masing Suku Bangsa di Indonesia, dengan dikumpulkan menjadi satu dan diambil intisarinya sehingga menghasilkan saripati dari kebhinnekaan tersebut yang tercermin pada Pancasila yang merupakan hasil penggalian atas nilai-nilai luhur yang tumbuh di kalangan masyarakat Indonesia yang beragam tadi (Yudi Latif : 2011). Maka Pancasila itu dimulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Semua perbedaan menjadi lebur dengan Dasar Negara Pancasila tersebut, dan semua nilai-nilai terakomodir dalam lima sila yang dibingkai dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu).
Kebhinnekaan dan Persatuan Bangsa di Persimpangan
Hari ini kita sedang mengalami ujian atas komitmen persatuan dan kesatuan dari kebhinnekaan Indonesia. Ujian tersebut seharusnya tidak terjadi sebab kita sadar bahwa negara Indonesia didirikan atas dasar adanya perbedaan-perbedaan, yang kemudian disatukan melalui sebuah proses kesadaran bersama. Oleh karena itu kita sebagai generasi penerus para founding father wajib menjaganya. Kita tidak boleh lengah atas berbagai macam upaya yang menginginkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi tercerai berai. Sebab persatuan dan kesatuan yang dibangun dari keberagaman tersebut memang rawan berada dipersimpangan, apakah bertahan atau bercerai dan rapuh. Akan tetapi kita harus terbangun dari mimpi buruk ini, sebuah keadaan yang sememangnya diinginkan oleh para neo-imperialisme yang ingin kembali menguasai Indonesia, meskipun tidak dengan invasi langsung menggunakan senjata. Serangan yang mencoba menghancurkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia adalah dengan mempersoalkan kebhinnekaan Indonesia. Mereka masuk dengan “de-sakralisasi nilai-nilai luhur Pancasila”, sehingga Ketuhanan menjadi dipersoalkan, rasa kemanusiaan terhadap sesama mulai tidak berimbang dan tidak beradab, rasa persatuan dan kesatuan dilemahkan dengan kemasan perbedaan yang semakin mencolok, demokrasi Pancasila yang khas Indonesia melalui musyawarah mufakat menjadi demokrasi dengan suara terbanyak dan pencitraan penuh kepalsuan. Dan juga rasa keadilan sosial hari ini tidak lagi bagi seluruh rakyat, akan tetapi hanya bagi segelintir elit-elit yang menampilkan gaya hedonistik.
Aset kita yang paling berharga tersebut berupa Pancasila yang merupakan saripati dari Kebhinnekaan Bangsa Indonesia ingin dihancurkan agar dengan mudah mereka kembali menguasai negeri ini. Oleh karena itu kita harus kembali bersama-sama membangkitkan sebuah kesadaran bersama bahwa Bangsa Indonesia dengan keberagamannya harus diikat kembali dengan sebuah spirit baru untuk saat ini. Bukan lagi rasa senasib sepenanggungan, karena tentunya nasib kita saat ini antar daerah berbeda-beda dan cenderung menimbulkan kecemburuan sosial, yang berdampak pada keinginan untuk  mencari perhatian dari Pemerintah pusat. Kita mungkin harus mendesain ulang semangat kebersamaan itu sebagaimana para pendiri bangsa ini telah berusaha mempersatukan perbedaan-perbedaan dan saling menerima. Kembali pertanyaan Bung Hatta itu diajukan “dengan cara apa bangsa Indonesia yang berbeda-beda ini dapat dipersatukan hari ini?”. Mungkin Rasa syukur atas nikmat karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menganugerahi kita alam yang subur dengan segala potensi kekayaan sumber daya alam. Serta sumber daya manusia yang beragam dan memiliki iklim dan musim yang bersahabat bagi kehidupan kita. Maka kita perlu menjaganya agar tidak dikuasai oleh bangsa lain yang sejak dulu berkeinginan memiliki negeri ini. Pada akhirnya barangkali perlu kita sadari bahwa saat ini kita tidak dapat memaksakan “perbedaan untuk tetap satu”, tapi mungkin tepatnya kita ini “satu dalam perbedaan yang manusiawi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Deputi BKKBN Pusat Kunjungi Pojok Kependudukan STISIPOL Raja Haji

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Bapak Dr. dr. M. Yani, M.Kes.,PKK. berkunjung ke Pojok Kependudukan STISIPOL...